Home

Senin, 09 Januari 2012

SEBUAH KISAH IRONIS DI IRLANDIA UTARA

Saya ibu terburuk di dunia ini. Oh Tuhan biarlah aku menceritakan hal ini sebelum ajal menjemput.......


20 tahun yang lalu saya melahirkan seorang anak laki-laki, wajahnya lumayan tampan namun terlihat agak bodoh. Sam memberi ia nama Eric. Semakin berkembang semakin nampak jelas bahwa anak ini memang agak terbelakang. Saya berniat memberikannya kepada orang lain saja untuk dijadikan budak/pelayan, namun suami saya Sam mencegah niat buruk saya.


Akhirnya terpaksa saya membesarkannya juga. Di tahun yang kedua setelah melahirkan Eric, saya pun melahirkan kembali seorang anak perempuan yang cantik mungil, saya menamakannya Angelica. Saya sangat menyanyangi Angelica demikian juga Sam,
seringkali kami mengajaknya pergi ke taman hiburan dan membelikannya pakaian
anak yang indah-indah..... tapi tidak demikian dengan Eric. Ia hanya memiliki beberapa stel pakaian butut. Sam berniat membelikannya, namun saya melarangnya dengan dalih menghemat keuangan keluarga dan Sam selalu menuruti perkataan saya.

Di saat Angelica berumur 2 tahun Sam meninggal dunia dan pada saat itu Eric sudah berumur 4 tahun. Keluarga kami semakin miskin disertai hutang yang semakin menumpuk. Saya mengambil sebuah keputusan yang membuat saya menyesal seumur hidup. Saya pergi meninggalkan kampung kelahiran saya itu beserta Eric yang masih tertidur lelap, di gubuk yang terpaksa kami tinggali. Setelah saya menjual rumah untuk melunasi hutang-hutang........


Setahun.....2 tahun.........5 tahun..... 10 tahun ...... telah berlalu. sejak kejadian itu ...Saya telah menikah kembali dengan Brad, seorang pria dewasa. Ia seorang pendeta di gereja St. Maria. 5 tahun lamanya umur pernikahan kami, dan berkatnya sifat2 saya yang semula pemarah, egois dan tinggi hati, berubah sedikit demi sedikit. Saya menjadi lebih sabar
dan penyanyang. Angelica telah berumur 12 tahun dan kami sekolahkan dia di asrama putri perawatan. Tidak ada lagi yang ingat tentang Eric dan tidak ada lagi yang mengingatnya.

Hingga suatu malam..........
Malam di mana saya bermimpi tentang seorang anak. wajahnya agak tampan, ia tampak pucat sekali..... ia melihat ke arah saya sambil tersenyum ia berkata, "Tante, tante kenal mama saya? Saya lindu cekali pada mommy" Setelah mengatakan itu ia mulai beranjak pergi, namun saya menahannya. "Tunggu... sepertinya saya mengenalmu. Siapa namamu anak manis?" "Nama saya elic tante" Eric......??? Eric....... ya Tuhan kau benar-benar Eric ????? Saya langsung tersentak dan bangun. rasa bersalah, sesal dan berbagai perasaan aneh menerpa diri saya saat itu juga. Tiba-tiba teirngat kembali kisah ironis yang telah
terjadi dulu kala, seperti pemutaran film lama di kepala saya. Namun baru sekarang saya menyadari betapa jahatnya perbuatan saya dulu. Dan saya mengambil keputusan untuk mati saja saat itu, yah saya harus mati, mati, mati..........

Se inchi jarak pisau yang akan saya goreskan ke urat nadi saya, saat itu saya teringat kembali dengan Eric, yah Eric... Eric mommy akan menjemputmu Eric.......

Sore itu saya memarkirkan mobil Civic biru saya di samping sebuah gubuk dan Brad dengan pandangan heran menatap saya dari samping. "Mary apa yang yang sebenarnya terjadi Mary???" "Oh Brad .. kau pasti akan membenci saya setelah saya menceritakan hal yang telah saya lakukan dulu kala". Tapi aku menceritakannya juga dengan terisak-isak......... Tapi ternyata Tuhan sungguh berbaik hati pada saya, ia memberikan suami yang begitu baik dan pengertian kepada saya......... Setelah tangis saya reda, saya keluar dari mobil diikuti Brad dari belakang, mata saya menatap lekat pada gubuk yang terbentang 2 meter di hadapan
saya. Dan saya mulai ingat betapa gubuk tersebut pernah saya tinggali beberapa bulan lamanya dan Eric.. Eric.......sa.......saya meninggalkan Eric di sana 10 tahun yang lalu............
dengan perasaan sedih saya berlari menghampiri gubuk tersebut dan membuka
pintu yang terbuat dari bambu itu. Gelap........ Tidak terlihat apapun juga!!
Perlahan-lahan mata saya mulai terbiasa dengan kegelapan dalam ruangan
kecil itu, dan saya tidak melihat siapapun di dalamnya......... Hanya sepotong kain butut di atas tanah. Saya mengambilnya dan mengamatinya... air mata saya kembali mengalir, karena saya mengenali potongan kain itu adalah baju butut yang dulu dikenakan Eric
sehari-harinya...........

Beberapa saat kemudian dengan perasaan yang sulit dilukiskan saya pun keluar dari ruangan itu..... air mata saya mengalir dengan deras dan saat itu saya hanya diam saja. Saat saya dan Brad mulai naik ke mobil, meninggalkan tempat tersebut, saya melihat seseorang di belakang mobil kami dan saya sempat kaget karena keadaan saat itu sudah gelap, dan terlihat wajah orang itu begitu kotor, ternyata seorang wanita tua..... kembali saya
tersentak kaget ketika ia tiba-tiba menegur saya dengan suaranya yang parau.... "Hei!! siapa kamu, dan mau apa kamu kemari!" Dengan memberanikan diri sayapun bertanya, "Bibi apa kamu kenal dengan seorang anak bernama Eric, ia dulu tinggal di sini!" Ia ,"kalau kamu ibunya, kamu sungguh perempuan terkutuk." "Tahukah kamu 10 tahun yang lalu sejak kamu meninggalkannya di sini. Ia terus menunggu dan memanggil mommy...... mommy, karena tidak tega saya terkadang memberinya makanan dan mengajaknya tinggal bersama saya. Meskipun saya orang miskin dan pekerjaan saya mengumpulkan sampah namun saya tidak akan meninggalkan anak saya seperti itu. Sampai tiga bulan yang lalu Eric meninggalkan secarik kertas ini, ia belajar menulis setiap harinya selama bertahun-tahun hanya untuk menulis ini untukmu ..................."

Sayapun membaca kertas itu..."Mommy mengapa mommy tidak pernah kembali lagi..... mommy marah sama eric yah... mom biarlah eric yang pergi saja, tapi mommy harus berjanji kalau mommy tidak akan marah sama eric lagi. Bye Mom..."
Saya menjerit histeris membaca surat itu. "Bu, tolong katakan di mana dia sekarang??? Saya akan sangat menyanyanginya sekarang. saya tidak akan meninggalkannya lagi bu... tolong katakan!! Brad memeluk saya yang bergetar keras..."

"Nyonya semua sudah terlambat, (dengan nada melembut), sehari sebelum nyonya datang
eric telah meninggal dunia. ia meninggal di belakang gubuk ini". "Tubuhnya sangat kurus , ia sangat lemah. hanya demi menunggumu ia terus bertahan di belakang gubuk ini,
tanpa berani masuk ke dalam gubuk ini. Ia takut apabila mommy-nya datang akan pergi lagi bila melihat ia disana ... Ia hanya berharap dapat melihat mommy-nya dari belakang gubuk
ini...... meskipun hujan deras, dengan kondisinya yang lemah ia terus bersikeras menunggu nyonya di sana". "Nyonya dosa anda tidak terampunkan!"

Saya langsung pingsan dan tidak ingat apa-apa lagi...!!

Kisah Inspiratif, Siomay Mr Pinky...


Jalan hidup tak bisa ditebak. Sriyono, seorang mantan miliarder, kini berjualan siomay keliling. Namun, berkat penampilannya yang eksentrik, predikat miliarder itu tampaknya bakal kembali disandangnya.


Menjadi penjual siomay keliling dengan pakaian dan aksesori serba pink membuat Sriyono terkenal, terutama di dunia maya. Mantan miliarder itu juga pernah menjadi bintang tamu di sebuah stasiun televisi. Bahkan, ada yang menawari bermain sinetron. Semua itu dia lakukan demi bisa bertemu anaknya.


Minggu lalu (16/1) INDOPOS menelusuri rute jualan Sriyono di kawasan kelas menengah ke atas di Jalan Gandaria Tengah, Jakarta Selatan, tak ada orang yang tahu namanya. Tapi, ketika disebut nama Siomay Pink (barang dagangan Sriyono), kebanyakan warga yang ditemui mengenali. Mulai sopir bemo, satpam, tukang ojek, hingga anak-anak.


Siomay Pink juga menjadi identitas pria asal Klaten, Jawa Tengah, itu di dunia maya. Mesin pencari Google menyebut 83.500 hasil yang merujuk pada usaha siomay yang dijalankan Sriyono sambil berkeliling di atas sepeda pink.


Sriyono menjadi topik hangat di kalangan komunitas entrepreneur. Sebab, selain berjualan dengan kostum dan perlengkapan mencolok serbapink, kegigihannya dalam berwirausaha menjadi inspirasi tersendiri.


’’Mungkin karena saya dianggap nyentrik. Itu saja. Tapi, entahlah, saya nikmati saja momen-momen ini,’’ ujarnya sambil melayani pelanggan. Dia pun meracik bumbu siomay dari panci pink yang terikat di belakang sepeda pink yang telah dimodifikasi dengan sejumlah kotak kayu yang juga berwarna pink. Di depan sepeda itu terdapat dua keranjang pink dengan dua teddy bear pink terduduk di dalamnya.


Sriyono juga mengenakan kaus pink, bercelana pendek pink, topi pink, serta jam dan bahkan anting pink Namun, di balik penampilan nyentrik itu, tersimpan kisah perjuangan hidup yang cukup berliku.


Kisah sukses Sriyono dimulai pada 1969 ketika pria kelahiran Klaten, 21 Juli 1954, tersebut merantau ke Jakarta untuk menjadi sales mobil. Ketika itu, tiba-tiba saja dia sangat gemar pada siomay dan memutuskan untuk belajar cara membuat makanan itu. Dia lantas berguru pada seorang keturunan Tiongkok asal Pulau Bangka.


Dialah yang mengajari Sriyono membuat siomay. Setahun penuh Sriyono bekerja tanpa digaji untuk mendapatkan resep rahasia sang penjual siomay itu. Beberapa tahun kemudian, sang guru meninggal dan mewariskan usaha Siomay kepada Sriyono. Pada 1980-an, Sriyono memberanikan diri memulai usaha siomay keliling di Jakarta dengan modal patungan dengan beberapa teman.


Berbagai cara ditempuh untuk membesarkan usaha tersebut. Mulai membikin armada siomay sepeda keliling sampai mendirikan warung-warung kecil. Puncak sukses diraih pada 1996 ketika dirinya berhasil membuat outlet di salah satu mal elite di ibu kota, yakni Plaza Senayan.


Sriyono adalah pendiri dan pemilik outlet Siomay Senayan dengan beberapa cabang. Pendapatan bisnisnya ketika itu mencapai Rp 2 miliar per tahun. Dia menikmati sukses berjualan siomay dengan berstatus bujangan. Sriyono mengenang, tinggal di ibu kota dengan duit melimpah ketika itu bagai hidup di surga.


Bahkan, bisnisnya sangat kuat sehingga ketika krisis 1998 menerpa modalnya tidak berkurang. Tapi, dia justru masih bisa mendirikan outlet di beberapa tempat lain. April 1999, Sriyono memutuskan untuk mengakhiri masa lajang dan menikahi putri seorang polisi.
Pernikahan yang tidak direstui orang tua sang istri itu kemudian menjadi bom waktu bagi kehidupan Sriyono. Pertengkaran demi pertengkaran pun terus muncul sehingga konsentrasi Sriyono pada bisnisnya mulai berkurang.


Ketika itu, dia menjadi satu-satunya pengusaha siomay yang meneken kontrak dengan gerai waralaba Kentucky Fried Chicken (KFC). Dia menyuplai siomay di puluhan gerai KFC di Jakarta yang ketika itu memiliki menu khusus siomay.


Namun, persoalan rumah tangga yang tak kunjung selesai pelan-pelan membuat manajemen bisnisnya kolaps. Akhirnya, Sriyono terpaksa menjual hak paten Siomay Senayan dan usahanya pun gulung tikar. Awal 2004, setelah 4 tahun 7 bulan berumah tangga dan dikarunia dua anak, yakni Peksi Safira Miradalita (kini 11 tahun) dan Pramesti Dewi Angelita (kini 10 tahun), sang istri menggugat cerai Sriyono. ’’Saya ingat. (Saat itu) hanya baju yang melekat di badan yang saya miliki,’’ kenangnya sambil menerawang.


Setelah perceraian, sang istri kemudian mengasingkan diri dan membawa serta dua anak Sriyono. Sejak itu dia pun tidak pernah lagi bertemu dua buah hatinya. Dalam kondisi bangkrut, Sriyono sempat ditampung mantan rekan-rekan bisnisnya.


Dia pun sempat mendapat bantuan modal dan berusaha merintis lagi usaha siomay kelilingnya mulai nol dengan konsep awal, yakni belasan armada siomay keliling. Tapi, pada 2008, usaha itu lagi-lagi bangkrut. ’’Saya selalu ingat anak saya dan rindu yang tidak tertahan membuat saya sulit berkonsentrasi,’’ katanya. Kegagalan kali ini membuat Sriyono tertekan.
Dia pun memilih menjadi gelandangan dan tinggal di jalanan kotakota Jakarta. Tiap malam, dia tidur berpindah- pindah, dari halte bus ke kolong jembatan dan dari pinggir jalan ke masjidmasjid. Hingga 2009, Sriyono memilih menetap di Masjid Al Bina di kawasan Senayan.
Setelah beberapa minggu tinggal di sana, tiba-tiba dia mendapat bantuan modal dari seorang jamaah pengajian yang mengetahui latar belakang dirinya sebagai pengusaha siomay. ’’Waktu itu saya diberi modal Rp 1 juta untuk memulai bisnis lagi,’’ katanya.
Awal 2010, Sriyono pun sudah memiliki gerai siomay di mal Pasaraya Blok M yang bernama Siomay Maestro. Namun, lagi-lagi karena tinggal kesepian dan rindu kepada dua buah hatinya, konsentrasinya dalam berbisnis terganggu. Dia pun kembali bangkrut. Sampai saat ini, Sriyono masih berutang kepada manajemen Pasaraya Rp 13 juta.


Di ambang keputusasaan, sebulan menjelang bulan puasa 2010, dia memutar otak dan mendapat ide brilian. Yakni, kembali memulai usaha siomay keliling, tapi dengan tampilan yang eksentrik.


Diharapkan, ketika dia menjadi eksentrik, sang anak akan mengetahui dan dirinya dapat bersua dua buah hatinya setelah lima tahun berpisah tanpa kabar itu. Sriyono pun memutuskan mengenakan warna pink sebagai seragam berjualan. Pernak-pernik pink pun dikenakan untuk berdagang keliling.


Dia juga berusaha tampil di setiap momentum di mana publik Jakarta banyak yang berkumpul. Sriyono akhirnya dijuluki ’’maskot’’ dalam even Hari Bebas Kendaraan alias Car Free Day yang diberlakukan sebulan sekali di jalan protokol Jakarta. ’’Semakin banyak orang yang kenal saya, kesempatan untuk bertemu kembali dengan anak saya semakin besar,’’ katanya.
Tapi, usaha tampil nyeleneh itu tidak semudah yang dia bayangkan. Setiap hari, bahkan sampai sekarang, Sriyono harus rela menjadi bahan ejekan orang-orang yang lewat. Tak jarang perkataan mereka sangat pedas dan menusuk hati. Tak sedikit yang mengira Sriyono adalah seorang waria yang nyambi berjualan siomay saat siang dan ’’berpraktik’’ saat malam.


Tapi, demi menemukan sang anak, hinaan dan cacian itu ditanggapi dengan se-nyum dan hati ikhlas. Bahkan, kini dia sudah memiliki 34 kaus pink, 18 pasang sandal pink, 12 topi pink, 3 jam pink, 3 pasang kacamata pink, kalung pink braces, anting-anting pink, dan tiga pasang sepatu pink.


Upaya tampil eksentrik itu membuahkan hasil ketika dirinya muncul sebagai topik di Twitter dan BlackBerry Messenger. Popularitasnya menanjak ketika kisah usahanya dipublikasikan di salah satu situs Terbesar Indonesia.


Pertengahan Desember 2010, sebuah koran berbahasa Inggris di Jakarta memuat foto Sriyono dengan full aksesori pink. Hasilnya, pekan lalu, awal Januari 2010, sebuah televisi nasional berhasil mempertemukan Sriyono dengan sang anak.


’’Waktu itu, rasa senangnya tak terhingga. Saya bersyukur mereka mengakui saya sebagai bapak, walaupun mereka memiliki ayah tiri warga Inggris yang kaya,’’ ujarnya, kali ini sambil terisak.


Tampil di televisi mendatangkan keuntungan bagi usaha Sriyono. Dalam dua pekan terakhir, omzet berjualan keliling yang biasanya hanya Rp 200 ribu per hari naik lima kali lipat menjadi Rp 1 juta per hari. Banyak pesanan dalam jumlah besar sehingga pendapatan berjualan berkeliling terdongkrak. Sejak pekan lalu, seorang pengusaha getol menawari Sriyono untuk membuka franchise siomay Yo Pink di beberapa lokasi di Jakarta.


Dia juga mendapat tawaran untuk bermain sinetron. Rundown jadwal casting oleh sebuah rumah produksi juga sudah di tangannya. Lalu, apa yang akan dilakukan sekarang? Sriyono menyatakan, dirinya masih berencana meneruskan usaha berjualan dan akan membuka warung kecil di Jalan Otto Iskandar Muda, Jakarta. Dia fokus meraih sukses lagi dengan Siomay Yo Pink itu.
’’Saya ingin anak saya bangga dengan bapaknya si penjual siomay berkaus pink ini. Saya akan bangkit demi putri-putri saya,’’ ujarnya lantas tersenyum. (sumber: indopos.co.id).


Pesan Moral yg disampaikan dari Kisah ini adalah Jangan Pantang Menyerah terhadap kondisi Maju terus walau kesulitan mendera. Tuhan pasti akan membantu umatnya yang mau berusaha dan tentu berdoa.

MENCINTAI KEHIDUPAN DAN HIDUP

Saat itu aku anak tunggal yang punya segala sesuatu yang kuinginkan. Tapi bahkan seorang anak kaya yang cantik dan manja pun juga bisa merasa kesepian sekali-kali, jadi ketika ibu memberitahuku bahwa ia hamil, aku benar-benar luar biasa gembiranya, wuihhh... begitu penuh suka cita. Aku mulai membayangkan kau, bakal betapa bagusnya dan bagaimana kita ini akan selalu bersama-sama dan kau akan begitu mirip menyerupai aku.

Jadi, ketika kau lahir, kuamati tangan-tanganmu yang kecil mungil dan dengan bangga kau kutontonkan pada sahabat-sahabatku. Mereka menyentuhmu dan kadang-kadang mencubitmu, tapi kau tak pernah bereaksi. Waktu kau lima bulan, beberapa hal mulai meresahkan ibu. Kau tampaknya begitu diam, hampir-hampir tak pernah bergerak dan seakan mati rasa, dan tangismu itu begitu aneh bunyinya, mirip-mirip seperti anak kucing.

Akhirnya kami membawamu ke dokter. Sampai ke dokter ketigabelas
mengamatimu tanpa suara dan berkata bahwa kau mengidap sindroma "cry du chat" (kri-du-sya) --- (tangisnya kucing dalam Bahasa Perancis).

Saat aku tanya apa artinya itu, ia menatapku, penuh belas kasih dan dengan lembut berkata, "Adikmu tak pernah akan mampu berjalan atau bicara."

Dokter itu bilang, ini suatu kondisi yang menimpa satu dari 50.000
kelahiran, menyebabkan korban jadi terbelakang dan cacat. Ibu jadi kaget sekali dan naik darah, ia marah-marah. Kupikir itu kurang adil.

Waktu kami pulang, ibu menggendongmu dalam tangannya dan mulai
menangis. Aku melihatmu dan menyadari bahwa omongan-omongan akan beredar bahwa kau tak normal. Jadi, untuk mempertahankan popularitasku, aku lakukan apa yang tidak termakan akal sehat, kuanggap kau bukan lagi milikku. Ayah dan ibu tidak tahu soal ini, tapi aku mengeraskan diriku agar tidak mencintaimu selama kau tumbuh.

Ibu dan ayah mengucurimu dengan cinta kasih dan perhatian dan itu
membuatku pahit getir. Dan dengan berlalunya tahun demi tahun, kepahitan itu berubah menjadi kemarahan, dan kemudian menjadi kebencian. Ibu tak pernah melepaskan harapan terhadapmu. Ia tahu ia harus melakukan dan bertahan demi kamu. Setiap kali ia letakkan mainanmu ke bawah, kau akan bergulingan dan bukannya merangkak. Kulihat hati ibu patah hancur setiap kali ia menyimpan mainan mainanmu, dan mengikatkan potongan plastik stirofom di perutmu agar kau tak bisa mengguling. Tapi kau tetap berjuang dan kau menangis begitu menyayat hati dalam nada dan bunyi yang teramat
memilukan hati, bunyi tangis anak kucing.... Tapi meski demikian, ibu tetap bertahan dan pantang menyerah.

Lalu pada suatu hari, kau mengalahkan segala omongan para doktermu soal kau cuma bisa merangkak. Saat ibu melihat hal ini, ia tahu bahwa kau akhirnya pasti akan bisa berjalan. Jadi saat kau masih merangkak ketika usiamu sudah empat tahun, ia menaruhmu di atas rumput cuma dengan memakai popok, tahu bahwa engkau tak senang dan benci tiap kali merasakan tusukan rumput pada kulitmu. Lalu ia akan meninggalkan kau di situ begitu saja.

Aku terkadang mengawasimu dari jendela dan bahkan tersenyum melihat ketidaksenanganmu. Kau akan merangkak ke tepi jalan setapak, dan ibu selalu mengembalikanmu. Lagi dan kembali lagi, ibu mengulangi ini terus menerus di atas rerumputan. Sampai pada suatu hari, ibu melihat kau, Patrick, mengangkat dirimu berdiri dan jalan ter-tatih-tatih keluar dari rumput secepat kaki kecilmu bisa mengangkatmu.

Begitu penuh suka cita, ibu tertawa dan menangis, memanggilku dan ayah agar datang. Ayah memelukmu dan menangis begitu bebasnya. Aku mengawasi dari jendela kamar tidurku peristiwa yang begini menyentuh dan meluluhkan hati ini. Tahun-tahun berikutnya, ibu mengajarimu berbicara, membaca dan menulis. Sejak saat itu, sekali-kali aku lihat kau berjalan di luar, menciumi harumnya bunga-bunga, mengagumi burung-burung , atau cuma bersenyum, tertawa
sendiri.........

Aku mulai melihat keindahan dunia di sekitarku, kesederhanaan dan
kepolosan hidup ini dan segala keajaiban dunia ini lewat matamu. Saat itu barulah aku menyadari bahwa sesungguhnya engkau saudaraku dan tak perduli betapa banyaknya aku berusaha untuk membencimu, aku tidak bisa sebab aku telah tumbuh untuk mencintaimu. Hari-hari berikutnya, kita kembali saling berhubungan. Aku membelikanmu mainan dan memberikan seluruh cinta yang pernah bisa diberikan oleh seorang kakak perempuan pada adik lakinya. Dan kau akan membalas mengimbaliku lewat senyum dan dekapanmu. Tapi aku rasa, kau memang tak ditakdirkan untuk benar-benar menjadi milik kami.

Pada hari ultahmu yang kesepuluh, kau rasakan sakit kepala hebat.
Diagnosa para dokter? Leukemia. Ibu cuma terperangah, napasnya begitu tersendat-sendat dan ayah memeluknya, sementara itu aku bergumul dan berjuang keras sekali untuk menahan keluarnya air mataku. Saat itulah, aku begitu mencintaimu. Dan aku tidak tahan untuk pergi meninggalkanmu.

Lalu para dokter memberitahu kami bahwa satu-satunya harapanmu ialah transplantasi sumsum tulang. Kamu menjadi subjek bagi pencarian donor darah secara nasional. Lalu, saat kami akhirnya menemukan yang cocok, ternyata kau sudah terlanjur demikian parah sakitnya. Dokter-dokter dengan berat hati membatalkan operasi itu.

Sejak saat itu, kau menjalani kemoterapi dan radiasi. Sampai pada
akhirnya, kau masih tetap meneruskan bertahan menguber hidup. Hanya sekitar satu bulan sebelum kau meninggalkan kami, kau minta padaku untuk membuat sebuah daftar segala hal yang kau ingin lakukan apabila kau meninggalkan rumah sakit.

Dua hari setelah daftar itu terselesaikan, kau meminta agar dokter-dokter melepaskan kau pulang. Di situ, kita makan es krim dan kue, berlarian di rumput, menaikkan layangan, pergi memancing, saling bergantian mengambil foto dan membiarkan balon-balon gas lepas membubung pergi. Aku masih ingat pembicaraan terakhir kita kok. Kau malah ngomong, sekiranya kau mati, dan aku ini butuh pertolongan, aku bisa mengirimkan suatu catatan terikat pada
benang ditambatkan di balon gas dan biarkan saja terbang. Saat kau bilang itu, aku mulai menangis. Lalu engkau memelukku. Lalu, sekali lagi, untuk terakhir kalinya, engkau jatuh sakit lagi.

Malam terakhir itu, kau meminta air, kau minta punggungmu digosok, kau jadi manja minta diemong kayak bayi lagi. Akhirnya, kau mengalami kejang-kejang dibarengi air mata yang mengaliri mukamu. Belakangan, di rumah sakit, kau berjuang berusaha berbicara, tapi kata-katamu tak mau keluar. Aku tahu apa yang ingin kau katakan.

"Aku mendengar kok, omonganmu.." aku berbisik. Dan untuk terakhir
kalinya, aku berkata, "Aku akan selalu mencintaimu dan aku tak pernah akan melupakanmu. Janganlah takut ya... Kau sebentar lagi akan bersama Tuhan di surga." Lalu, dengan air mata deras berderai, aku memandangi seorang bocah laki-laki yang paling tabah yang pernah kukenal, akhirnya berhenti bernafas.
Ayah, ibu, dan aku sendiri menangis dan menangis terus sampai se-
akan tak ada lagi air mata tersisa. Patrick akhirnya kau hilang, pergi
meninggalkan kami semua. Mulai saat itu, engkau adalah sumber inspirasi bagiku. Kau menunjukkanku bagaimana mencintai kehidupan dan hidup, dan menghidupinya sepenuhnya.

Dengan kesederhanaan dan kejujuranmu, kau telah menunjukkan aku
sebuah dunia penuh cinta dan kepedulian. Dan kaulah yang membuatku sadar bahwa hal yang terpenting di dalam hidup ini ialah terus mengasihi tanpa bertanya mengapa dan bagaimana dan tanpa menetapkan batas-batas apapun.

Dengan surat dan balon ini, aku terbang dan layangkan cinta kasihku kepadamu. Terima kasih padamu, adik kecilku, untuk segalanya.

Kebahagiaan Yang Menular

Seorang pemuda berangkat kerja dipagi hari... Memanggil taksi, dan naik...

'Selamat pagi Pak,'...katanya menyapa sang sopir taksi terlebih dulu...
'Pagi yg cerah bukan?' sambungnya sambil tersenyum,... lalu bersenandung kecil...
Sang sopir tersenyum melihat keceriaan penumpangnya, dgn senang hati, Ia melajukan taksinya...
Sesampainya ditempat tujuan.. Pemuda itu membayar dgn selembar 20ribuan, utk argo yg hampir 15 ribu...

'Kembaliannya buat bpk saja...selamat bekerja Pak..' kata pemuda dgn senyum...
'Terima kasih...' jawab Pak sopir taksi dgn penuh syukur...

'Wah.. aku bisa sarapan dulu nih... Pikir sopir taksi itu...
Dan ia pun menuju kesebuah warung.

'Biasa Pak?' tanya si mbok warung.
'Iya biasa.. Nasi sayur... Tapi.. Pagi ini tambahkan sepotong ayam'..jawab Pak sopir dgn tersenyum.

Dan, ketika membayar nasi , di tambahkannya seribu rupiah 'Buat jajan anaknya si mbok,.. 'begitu katanya.

Dgn tambahan uang jajan seribu, pagi itu anak si mbok berangkat kesekolah dgn senyum lebih lebar.

Ia bisa membeli 2 buah roti pagi ini... Dan diberikannya pada temannya yg tdk punya bekal.

Begitulah...cerita bisa berlanjut.. Bergulir... .sprt bola salju...

Pak sopir bisa lebih bahagia hari itu...
Begitu juga keluarga si mbok...
Teman2 si anak...
keluarga mrk...
Semua tertular kebahagiaan...

Kebahagiaan, sprt juga kesusahan, bisa menular kpd siapa saja disekitar kita...

Kebahagiaan adalah sebuah pilihan...
Siapkah kita menularkan kebahagiaan hari ini??

Bisa menerima itu adalah berkah...
Tapi bisa memberi adalah anugerah....

Semoga sisa hidup kita selalu bahagia dan membuat org lain bahagia dgn keberadaan kita,

Mari selalu berbagi, semoga ada arus membahagiakan yg terus berputar, dan jgn pernah dengki dgn kebahagiaan yg dimiliki org lain, apalagi berusaha menghilangkannya

5 Kualitas Pensil

Melihat Neneknya sedang asyik menulis Adi bertanya, "Nenek sedang menulis apa?"

Mendengar pertanyaan cucunya, sang Nenek berhenti menulis lalu berkata, "Adi cucuku, sebenarnya nenek sedang menulis tentang Adi. Namun ada yang lebih penting dari isi tulisan Nenek ini, yaitu pensil yang sedang Nenek pakai. Nenek berharap Adi dapat menjadi seperti pensil ini ketika besar nanti."

"Apa maksud Nenek bahwa Adi harus dapat menjadi seperti sebuah pensil? Lagipula sepertinya pensil itu biasa saja, sama seperti pensil lainnya," jawab Adi dengan bingung.

Nenek tersenyum bijak dan menjawab, "Itu semua tergantung bagaimana Adi melihat pensil ini. Tahukah kau, Adi, bahwa sebenarnya pensil ini mempunyai 5 kualitas yang bisa membuatmu selalu tenang dalam menjalani hidup."

"Apakah Nenek bisa menjelaskan lebih detil lagi padaku?" pinta Adi

"Tentu saja Adi," jawab Nenek dengan penuh kasih

"Kualitas pertama, pensil dapat mengingatkanmu bahwa kau bisa melakukan hal yang hebat dalam hidup ini. Layaknya sebuah pensil ketika menulis, kau jangan pernah lupa kalau ada tangan yang selalu membimbing langkahmu dalam hidup ini. Kita menyebutnya tangan Tuhan, Dia akan selalu membimbing kita menurut kehendakNya".

"Kualitas kedua, dalam proses menulis, kita kadang beberapa kali harus berhenti dan menggunakan rautan untuk menajamkan kembali pensil yang kita pakai. Rautan itu pasti akan membuat pensil menderita. Tapi setelah proses meraut selesai, pensil itu akan mendapatkan ketajamannya kembali. Begitu juga denganmu, dalam hidup ini kau harus berani menerima penderitaan dan kesusahan, karena merekalah yang akan membuatmu menjadi orang yang lebih baik".

"Kualitas ketiga, pensil selalu memberikan kita kesempatan untuk mempergunakan penghapus, untuk memperbaiki kata-kata yang salah. Oleh karena itu memperbaiki kesalahan kita dalam hidup ini, bukanlah hal yang jelek. Itu bisa membantu kita untuk tetap berada pada jalan yang benar".

"Kualitas keempat, bagian yang paling penting dari sebuah pensil bukanlah bagian luarnya, melainkan arang yang ada di dalam sebuah pensil. Oleh sebab itu, selalulah hati-hati dan menyadari hal-hal di dalam dirimu".

"Kualitas kelima, adalah sebuah pensil selalu meninggalkan tanda/goresan. Seperti juga Adi, kau harus sadar kalau apapun yang kau perbuat dalam hidup ini akan meninggalkan kesan. Oleh karena itu selalulah hati-hati dan sadar terhadap semua tindakan".

"Nah, bagaimana Adi? Apakah kau mengerti apa yang Nenek sampaikan?"

"Mengerti Nek, Adi bangga punya Nenek hebat dan bijak sepertimu."
Begitu banyak hal dalam kehidupan kita yang ternyata mengandung filosofi kehidupan dan menyimpan nilai-nilai yang berguna bagi kita. Semoga memberikan manfaat.

PELAJARAN TERSENYUM

Saya adalah ibu dari tiga orang anak dan baru saja menyelesaikan kuliah. Kelas terakhir yang saya ambil adalah sosiologi. Dosen kami adalah seorang yang sangat inspiratif dengan kualitas yang saya harapkan setiap orang memilikinya. Tugas terakhirnya diberi nama "Tersenyum". Seluruh mahasiswa diminta untuk pergi keluar dan tersenyum kepada tiga orang dan mendokumentasikan reaksi mereka.

Saya adalah seorang yang mudah bersahabat, selalu tersenyum pada setiap orang, dan menyapa "hallo". Saya pikir, tugas ini sangatlah mudah. Segera setelah menerima tugas itu, saya bersama suami dan anak bungsu saya pergi ke restoran McDonald's. Waktu itu pagi di bulan Maret yang sangat dingin dan kering.

Kami berdiri dalam antrian menunggu untuk dilayani. Tiba-tiba semua orang di sekitar kami menyingkir, bahkan suami saya ikut menyingkir. Saya tidak bergerak sama sekali. Suatu perasaan panik menguasai diri saya. Saya berbalik untuk melihat mengapa mereka semua menyingkir. Ketika itulah saya membaui suatu "bau badan kotor" yang sangat menyengat. Tepat di belakang saya berdiri dua orang lelaki tunawisma.

Ketika saya memandang laki-laki yang lebih pendek, yang berdiri dekat dengan saya, ia "tersenyum". Matanya berwarna biru langit indah seakan berharap untuk dapat diterima. "Good day," katanya sambil menghitung beberapa koin yang telah ia kumpulkan. Lelaki yang kedua berdiri di belakang temannya. Tangan bergerak-gerak aneh. Saya menyadari bahwa lelaki kedua itu menderita keterbelakangan mental. Sedangkan lelaki bermata biru adalah penolongnya. Saya menahan haru ketika berdiri di sana bersama mereka. Wanita muda di counter menanyai pesanan lelaki itu. Yang lalu dijawabnya, "Kopi saja, nona" karena hanya itulah yang mampu mereka beli. Asal tahu saja, jika ingin duduk di dalam restoran dan menghangatkan tubuh, kita harus membeli sesuatu. Ia hanya ingin menghangatkan badan.

Kemudian saya benar-benar merasakan desakan yang sedemikian kuat sehingga saya hampir saja merengkuh dan memeluk lelaki kecil bermata biru itu. Tetapi saya menyadari bahwa semua mata di restoran menatap saya, menilai semua tindakan saya. Saya tersenyum dan berkata pada wanita di belakang counter untuk memberikan pada saya dua paket makan pagi lagi dalam nampan terpisah.

Kemudian saya berjalan melingkari sudut ke arah meja yang telah dipilih kedua lelaki itu sebagai tempat istirahatnya. Saya meletakkan nampan itu di atas meja. Saya menyentuh tangan tangan dingin lelaki bermata biru itu. Ia melihat ke arah saya, dengan air mata berlinang ia berkata "Terima kasih."

Saya menepuk tangannya dan berkata, "Saya tidak melakukannya untukmu. Tuhan berada di sini bekerja melalui diriku untuk memberimu harapan." Saya mulai menangis ketika saya berjalan meninggalkannya dan bergabung dengan suami dan anak saya. Ketika saya duduk, suami saya tersenyum dan berkata, "Itulah sebabnya mengapa Tuhan memberikan kamu kepadaku, Sayang. Untuk memberiku harapan." Kami saling berpegangan tangan. Saat itu kami tahu bahwa hanya karena rahmat-Nyalah kami dapat memberikan sesuatu pada orang lain. Hari itu, cahaya kasih Tuhan yang murni dan indah ditunjukkan pada saya.

--------
Saya kembali ke kampus, pada hari terakhir kuliah, dengan cerita ini di tangan. Saya menyerahkan "proyek" itu dan dosen membacanya. Kemudian ia memandang saya dan berkata, "Bolehkan saya membagikan ceritamu kepada yang lain?" Saya mengangguk perlahan. Kemudian ia meminta perhatian dari kelas. Ia mulai membaca dan saat itu saya tahu bahwa kami, sebagai manusia dan bagian dari Tuhan, membagikan pengalaman ini untuk menyembuhkan dan untuk disembuhkan.

Dengan caraku sendiri saya telah menyentuh orang-orang yang ada di McDonald's, suamiku, anakku, guruku, dan setiap jiwa yang menghadiri ruang kelas di malam terakhir saya sebagai mahasiswi. Saya lulus dengan satu pelajaran terbesar yang pernah saya pelajari : "Penerimaan Tanpa Syarat". Banyak cinta dan kasih sayang yang dikirimkan kepada setiap orang yang mungkin membaca cerita ini dan mempelajari bagaimana untuk "Mencintai Sesama Dan Memanfaatkan Benda-Benda - Bukannya Mencintai Benda Dan Memanfaatkan Sesama."

10 Ribu Rupiah Membuat Anda Mengerti Cara Bersyukur






Ada seorang sahabat menuturkan kisahnya. Dia bernama Budiman. Sore itu ia menemani istri dan seorang putrinya berbelanja kebutuhan rumah tangga bulanan di sebuah toko swalayan. Usai membayar, tangan-tangan mereka sarat dengan tas plastik belanjaan.
Baru saja mereka keluar dari toko swalayan, istri Budiman dihampiri seorang wanita pengemis yang saat itu bersama seorang putri kecilnya. Wanita pengemis itu berkata kepada istri Budiman, "Beri kami sedekah, Bu!"
Istri Budiman kemudian membuka dompetnya lalu ia menyodorkan selembar uang kertas berjumlah 1000 rupiah. Wanita pengemis itu lalu menerimanya. Tatkala tahu jumlahnya tidak mencukupi kebutuhan, ia lalu menguncupkan jari-jarinya mengarah ke mulutnya. Kemudian pengemis itu memegang kepala anaknya dan sekali lagi ia mengarahkan jari-jari yang terkuncup itu ke mulutnya, seolah ia ingin berkata, "Aku dan anakku ini sudah berhari-hari tidak makan, tolong beri kami
tambahan sedekah untuk bisa membeli makanan!"
Mendapati isyarat pengemis wanita itu, istri Budiman pun membalas isyarat dengan gerak tangannya seolah berkata, "Tidak... tidak, aku tidak akan menambahkan sedekah untukmu!"
Ironisnya meski tidak menambahkan sedekahnya, istri dan putrinya Budiman malah menuju ke sebuah gerobak gorengan untuk membeli cemilan. Pada kesempatan yang sama Budiman berjalan ke arah ATM center guna mengecek saldo rekeningnya. Saat itu memang tanggal gajian, karenanya Budiman ingin mengecek saldo rekening dia.
Di depan ATM, Ia masukkan kartu ke dalam mesin. Ia tekan langsung tombol INFORMASI SALDO. Sesaat kemudian muncul beberapa digit angka yang membuat Budiman menyunggingkan senyum kecil dari mulutnya. Ya, uang gajiannya sudah masuk ke dalam rekening.
Budiman menarik sejumlah uang dalam bilangan jutaan rupiah dari ATM. Pecahan ratusan ribu berwarna merah kini sudah menyesaki dompetnya. Lalu ada satu lembar uang berwarna merah juga, namun kali ini bernilai 10 ribu yang ia tarik dari dompet. Uang itu Kemudian ia lipat kecil untuk berbagi dengan wanita pengemis yang tadi meminta tambahan sedekah.
Saat sang wanita pengemis melihat nilai uang yang diterima, betapa girangnya dia. Ia pun berucap syukur kepada Allah dan berterima kasih kepada Budiman dengan kalimat-kalimat penuh kesungguhan: "Alhamdulillah... Alhamdulillah... Alhamdulillah... Terima kasih tuan! Semoga Allah memberikan rezeki berlipat untuk tuan dan keluarga. Semoga Allah memberi kebahagiaan lahir dan batin untuk tuan dan keluarga. Diberikan karunia keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah. Rumah tangga harmonis dan anak-anak yang shaleh dan shalehah. Semoga tuan dan keluarga juga diberi kedudukan yang terhormat kelak nanti di surga...!"

Budiman tidak menyangka ia akan mendengar respon yang begitu mengharukan. Budiman mengira bahwa pengemis tadi hanya akan berucap terima kasih saja. Namun, apa yang diucapkan oleh wanita pengemis tadi sungguh membuat Budiman terpukau dan membisu. Apalagi tatkala sekali lagi ia dengar wanita itu berkata kepada putri kecilnya, "Dik, Alhamdulillah akhirnya kita bisa makan juga....!"
Deggg...!!! Hati Budiman tergedor dengan begitu kencang. Rupanya wanita tadi sungguh berharap tambahan sedekah agar ia dan putrinya bisa makan. Sejurus kemudian mata Budiman membuntuti kepergian mereka berdua yang berlari menyeberang jalan, lalu masuk ke sebuah warung tegal untuk makan di sana.
Budiman masih terdiam dan terpana di tempat itu. Hingga istri dan putrinya kembali lagi dan keduanya menyapa Budiman. Mata Budiman kini mulai berkaca-kaca dan istrinya pun mengetahui itu. "Ada apa Pak?" Istrinya bertanya.
Dengan suara yang agak berat dan terbata Budiman menjelaskan: "Aku baru saja menambahkan sedekah kepada wanita tadi sebanyak 10 ribu rupiah!"

Awalnya istri Budiman hampir tidak setuju tatkala Budiman mengatakan bahwa ia memberi tambahan sedekah kepada wanita pengemis. Namun Budiman kemudian melanjutkan kalimatnya:
"Bu..., aku memberi sedekah kepadanya sebanyak itu. Saat menerimanya, ia berucap hamdalah berkali-kali seraya bersyukur kepada Allah. Tidak itu saja, ia mendoakan aku, mendoakan dirimu, anak-anak dan keluarga kita. Panjaaaang sekali ia berdoa!
Dia hanya menerima karunia dari Allah Swt sebesar 10 ribu saja sudah sedemikian hebatnya bersyukur. Padahal aku sebelumnya melihat di ATM saat aku mengecek saldo dan ternyata di sana ada jumlah yang mungkin ratusan bahkan ribuan kali lipat dari 10 ribu rupiah. Saat melihat saldo itu, aku hanya mengangguk-angguk dan tersenyum. Aku terlupa bersyukur, dan aku lupa berucap hamdalah.
Bu..., aku malu kepada Allah! Dia terima hanya 10 ribu begitu bersyukurnya dia kepada Allah dan berterimakasih kepadaku. Kalau memang demikian, siapakah yang pantas masuk ke dalam surga Allah, apakah dia yang menerima 10 ribu dengan syukur yang luar biasa, ataukah aku yang menerima jumlah lebih banyak dari itu namun sedikitpun aku tak berucap hamdalah." 

Budiman mengakhiri kalimatnya dengan suara yang terbata-bata dan beberapa bulir air mata yang menetes. Istrinya pun menjadi lemas setelah menyadari betapa selama ini kurang bersyukur sebagai hamba. Ya Allah, ampunilah kami para hamba-Mu yang kerap lalai atas segala nikmat-Mu!